Sebuah studi dari IHS Markit dan UN Population Stat menyebutkan bahwa pada tahun 2020 diperkirakan 5 miliar orang akan terkoneksi dengan 30-50 miliar benda dan mesin. Bahkan, pada tahun 2030 diperkirakan perangkat yang terhubung akan mencapai 125 miliar, dengan rata-rata pertumbuhan 12% per tahun. Menurut riset analisis pasar dari Gartner, pada tahun 2025 akan diprediksi tiga per empat data yang dihasilkan perusahaan akan tercipta dan diproses pada area edge computing.
Sales1 mendefinisikan edge computing sebagai proses komputasi yang difokuskan untuk memproses lalu lintas Internet of Things (IoT) dan penyimpanan data sedekat mungkin dari sumber data ke pusat data sehingga dapat mengurangi latensi dan penggunaan bandwidth yang tidak diperlukan. Secara sederhana, edge computing ini menjalankan proses seminimal mungkin dari cloud dan memindahkannya pada tempat lokal layaknya penggunaan komputer secara personal. Konsep ini dapat membawa komputasi pada jaringan edge untuk mengurangi komunikasi jarak jauh antara client dan server.
Teknologi komputasi ini juga akan menyempurnakan cloud computing. Dengan memanfaatkan edge gateway, proses data dari perangkat edge kemudian mengirim kembali file yang relevan melalui cloud. Hal ini akan membuat kebutuhan bandwidth menjadi berkurang. Data-data yang diproses melalui edge computing pun bisa kalian enkripsi sehingga bisa lebih aman. Pemrosesan data akan melalui proses firewall sehingga kesalahan data, virus, atau cracker bisa terlacak lebih dini.
Kekurangan edge computing adalah edge hanya memproses dan menganalisa sebagian data yang relevan saja dan data yang tidak dianggap relevan akan dibuang, maka dari itu perusahaan akan mengalami kehilangan data. Implementasi edge computing di perusahaan akan memakan banyak biaya serta rumit.
Bagaimana Smart People? Sudah paham apa itu edge computing? Jangan sampai tertukar dengan cloud computing ya!
Penulis: Mia Patricia | Ilustrator: Rizky Sabilurrasyid