Terjadinya pandemi memaksa semua bidang untuk melakukan akselerasi dalam teknologi, termasuk pendidikan. Konsep e-learning kini menjadi hal yang sangat umum, e-learning merupakan bentuk implementasi aplikasi yang menggabungkan antara pembelajaran dan teknologi informasi sebagai media yang digunakan dalam proses belajar mengajar dalam bentuk digital.
Dilansir dari desnet.id, studi yang dilakukan oleh Amerika, sangat mendukung dikembangkannya e-learning, menyatakan bahwa computer based learning sangat efektif, memungkinkan 30% pendidikan lebih baik, 40% waktu lebih singkat, dan 30% biaya lebih murah. Bank Dunia (World bank) pada tahun 1997 telah mengumumkan program Global Distance Learning Network (GDLN) yang memiliki mitra sebanyak 80 negara di dunia. Melalui GDLN ini maka World Bank dapat memberikan e-learning kepada mahasiswa 5 kali lebih banyak (dari 30 menjadi 150 mahasiswa) dengan biaya 31% lebih murah.
Materi pembelajaran dalam e-learning berbentuk digital dan disimpan di dalam server atau di sistem cloud computing. Materi pembelajaran tersebut dapat diakses oleh siapa pun, baik pengajar atau siswanya secara real-time melalui jaringan komputer. Performa siswa pun dapat diawasi dengan metode pembelajaran e-learning, begitu pula kehadiran siswa di kelas.
Meski memberikan banyak kemudahan, ada juga masalah yang dialami Indonesia dalam mengembangkan e-learning, yaitu internet. Tidak semua wilayah di Indonesia memiliki jaringan internet yang baik dan memadai untuk mengakses e-learning. Selain itu, tidak semua lapisan masyarakat memiliki perangkat yang terhubung dengan jaringan internet. Alhasil metode pembelajaran e-learning belum bisa sepenuhnya terimplementasi dengan baik karena adanya keterbatasan.
Menurut Smart People, tindakan apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pemerataan agar semua siswa dapat mengakses e-learning dengan baik?
Penulis: Mia Patricia | Illustrator: Rizky Sabilurrasyid