Saat ini peradaban baru teknologi informasi sudah memasuki era digitalisasi. Berbagai produk terkini mulai bermunculan sehingga menyebabkan istilah masyarakat modern bergeser dan terjadi perluasan makna menjadi masyarakat digital. Perkembangan kota dalam hal ini telah mengimplementasi sistem informasi dan teknologi komunikasi menjadi berkembang dengan sangat pesat di dunia birokrasi dan perusahaan. Konsep perkembangan kota pun bermunculan dengan hadirnya istilah smart city. Berbagai kota besar di dunia bahkan di Indonesia sudah mulai menerapkannya dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Tujuan membangun sebuah kota yang cerdas adalah untuk meningkatkan kualitas hidup dengan menggunakan informasi perkotaan dan teknologi serta meningkatkan efisiensi layanan dan memenuhi kebutuhan warga. Teknologi informasi dan komunikasi memungkinkan pejabat kota untuk berinteraksi langsung dengan masyarakat dan infrastruktur kota dan memantau apa yang terjadi di kota, bagaimana kota ini berkembang, dan cara mengaktifkan kualitas hidup yang lebih baik (Utomo dan Hariadi, 2016).
Dalam penerapannya, konsep kota cerdas ini mengintegrasikan beberapa teknologi informasi dan komunikasi (ICT) dan solusi Internet of Things (IOT) dalam sebuah bentuk yang aman untuk mengelola aset kota. Teknologi internet mempromosikan layanan berbasis cloud, Internet of Things (IOT), antar muka pengguna dunia nyata, penggunaan ponsel pintar dan smart meter, jaringan sensor dan RFIDs, dan komunikasi yang lebih akurat berdasarkan web semantik, cara-cara baru terbuka untuk tindakan kolektif dan pemecahan masalah kolaboratif (Utomo dan Hariadi, 2016).
Di Indonesia, pada tahun 2018 pertama kali diuji coba sistem lalu lintas namun baru diberlakukan secara nasional pada tahun 2021, hal ini bertujuan agar masyarakat tetap aman, nyaman, dan disiplin dalam berkendara. Sistem manajemen lalu lintas yang beberapa tahun belakang dikenal sebagai istilah e-TLE (Electronic Traffic Law Enforcement) merupakan digitalisasi proses tilang, dengan memanfaatkan teknologi informasi berupa CCTV yang otomatis merekam pelanggar lalu lintas pada titik -titik tertentu. Perangkat yang berbasis IOT dan ICT ini langsung mengirimkan barang bukti pelanggar (foto/video) ke back office e-TLE di Regional Traffic Management Centre (RTMC) Polda Metro Jaya.
Inovasi yang dilakukan Polda Metro Jaya dalam menerapkan sistem e-TLE sudah berbasis teknologi yang mutakhir. Mendorong masyarakat agar tetap tertib berkendara dan mematuhi hukum yang berlaku. Namun, perlu saja pengembangan ke daerah-daerah yang aksesnya belum terjangkau. Karena sejatinya kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya dan lainnya banyak kasus pelanggaran lalu lintas, seperti data yang dihimpun Polda Metro Jaya di tahun 2020-2021 terdapat sebanyak 177.936 pelanggaran lalu lintas (https://www.kompas.com/). Data tersebut baru pada satu Polda. Dapat dibayangkan berapa banyak jumlah pelanggaran lalu lintas di seluruh Polda yang ada di Indonesia.
Dalam perspektif smart city, konsep kota cerdas merupakan kota yang aman, nyaman, dan terkendali tentunya memiliki peralatan teknologi yang memadai agar masyarakat merasa aman tinggal di kota tersebut. Untuk itu, inovasi e-TLE ini berguna untuk jangka panjang dan meminimalisir praktik sogok-menyogok antar petugas kepolisian.
Penulis: Muhammad Sadam | Ilustrator: Sumanto