RILIS PERS
Survei Citiasia: Kinerja OJK Belum Memuaskan
Jakarta, 28 Januari 2020. Rilis S&P Global Rating menunjukkan, industri perbankan Indonesia dianggap memiliki risiko yang relatif tinggi dibanding beberapa negara di kawasan Asia Pasifik. Risiko tersebut diukur dari persepsi terhadap risiko ekonomi dan risiko industri. Kasus – kasus yang mencuat di industri keuangan nasional belakangan mencerminkan tingginya kerentanan industri keuangan di Tanah Air. Kondisi tersebut pula yang membuat peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dipertanyakan. Sebab, bicara tentang pengelolaan risiko industri keuangan, peran sentral OJK dalam tatakelola industri keuangan nasional tidak bisa dilepaskan. Karena itulah, Citiasia bersama Majalah Infobank berinisiatif melakukan studi untuk mengetahui persepsi stakeholder terhadap peran, kinerja, dan sinergi OJK dalam pengelolaan risiko industri keuangan nasional. Harapannya, studi ini dapat memberi sumbangan pemikiran untuk penguatan industri keuangan nasional ke depan. Survei yang bersifat kualitatif dan kuantitatif ini dilakukan pada periode 28 November sampai dengan 11 Desember 2019. Sebanyak 184 responden (praktisi industri keuangan, dengan posisi setingkat manajer ke atas) dari 114 institusi jasa keuangan, baik perbankan, asuransi, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa pembiayaan khusus. Aspek yang dievaluasi mengacu pada tiga tujuan utama dibentuknya OJK sesuai UU No.21 Th. 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pertama, terselenggaranya sektor jasa keuangan secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel. Kedua, terwujudnya sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil. Ketiga, serta melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Indikator kinerja yang digunakan dalam penilaian persepsi adalah turunan dari ketiga tujuan utama tersebut, yang dirangkum ke dalam lima dimensi utama: pengaturan dan pengawasan dalam hal kelembagaan, kesehatan, kehati hatian, pemeriksaan, dan perlindungan konsumen. Berikut temuan-temuan utama survei:- Dalam hal pengaturan dan pengawasan kelembagaan, sekitar separuh responden dari perbankan (53.3%) dan lembaga pembiayaan (55.6%) yang menilai OJK sudah berkinerja maksimal, ini lebih rendah dibandingkan responden industri asuransi (67.4%) dan praktisi jasa keuangan khusus (75.5%) yang sudah menganggap kinerja OJK cukup baik.
- Terkait fungsi pengaturan dan pengawasan kesehatan lembaga keuangan, separuh praktisi kelompok perbankan (55.0%), dan tiga dari lima praktisi asuransi (63.0%), lembaga pembiayaan (59.3%), lembaga jasa keuangan khusus (61.2%) menganggap OJK memiliki kinerja baik.
- Sedangkan untuk fungsi pengaturan dan pengawasan kehati-hatian lembaga keuangan, performa OJK dianggap lebih baik dibanding dua aspek sebelumnya. Sekurangnya tiga dari lima praktisi kelompok perbankan (58.3%) dan asuransi (63.0%), serta tiga dari empat praktisi kelompok lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan khusus (74.1% dan 75.5%) mengakui OJK berkinerja baik.
- Pada fungsi pemeriksaan, separuh praktisi lembaga pembiayaan (51.9%) dan sekitar tiga perlima praktisi perbankan (58.3%), asuransi (63.0%), dan lembaga jasa keuangan khusus (63.3%) berpendapat kinerja pemeriksaan OJK telah berjalan dengan baik. Konsistensi dan kompetensi pengawas menjadi faktor yang paling berpengaruh terhadap persepsi kinerja pemeriksaan. Kebanyakan praktisi cenderung mengidentikkan kompetensi dengan penguasaan terhadap aspek bisnis dan lingkungan bisnis industri. Lemahnya kompetensi ini dipersepsikan berpengaruh terhadap konsistensi, obyektifitas, serta kemampuan balancing risiko dengan inovasi dari para pengawas.
- Terkait fungsi perlindungan konsumen, OJK dipandang memiliki performa baik oleh separuh (53.2%) praktisi perbankan, dan sekitar tiga perlima praktisi asuransi (58.7%), lembaga pembiayaan (63.3%), serta lembaga jasa keuangan khusus (63.3%). Tata cara penyelesaian masalah, mediasi sengketa konsumen, dan transparansi risiko produk berpengaruh kuat terhadap persepsi kinerja perlindungan konsumen. Sosialisasi dan edukasi sebagai langkah preventif dipandang masih kurang optimal oleh kelompok perbankan. Bagi kelompok asuransi, komunikasi yang jelas dan intensif, serta keberpihakan terhadap nasabah menjadi hal yang dirasa perlu diperkuat dalam perlindungan nasabah.
- Indeks kinerja OJK secara keseluruhan mencapai 59.3%. Secara komposit, indeks persepsi kinerja pengaturan dan pengawasan kelembagaan secara keseluruhan mencapai 63.2%, pengaturan dan pengawasan kesehatan 59.3%, pengaturan dan pengawasan kehati – hatian 66.5%, pemeriksaan 59.9%, dan perlindungan konsumen 58.8%.
- Alokasi iuran ke OJK dianggap belum berdampak nyata dan positif. Menariknya, berkaitan iuran yang dibebankan OJK, kelompok perbankan memiliki porsi yang berkeberatan paling tinggi (53.3%) dibanding kelompok lainnya (asuransi 37%, lembaga pembiayaan 37%, dan lembaga keuangan khusus 49%). Alokasi yang dirasa belum berdampak nyata dan positif menjadi alasan utama mereka yang keberatan dengan iuran OJK. Ketika dibandingkan dengan pengawasan BI terhadap perbankan di masa sebelumnya, bankir yang setuju sedikit lebih banyak (55%) dibanding bankir yang tidak setuju (45%).
- Diantara kelima tugas utamanya, perbaikan kinerja di bidang pengaturan dan pengawasan kesehatan serta pemeriksaan seyogyanya menjadi prioritas OJK diikuti dengan kinerja perlindungan konsumen. Masih lemahnya penguasaan aspek dan lingkungan bisnis industri berkontribusi terhadap lemahnya kompetensi dan konsistensi pengawas, serta kemampuan pengawas dalam menciptakan keseimbangan antara pengelolaan risiko dan pengembangan industri. Hal ini juga ditengarai mengakibatkan relatif lemahnya mekanisme sistem dalam mendeteksi potensi penyimpangan yang dapat merugikan konsumen. Sementara edukasi dan sosialisasi sebagai upaya preventif yang dipandang masih kurang intensif, turut meningkatkan risiko bagi konsumen. Absennya road map pengembangan industri keuangan menyebabkan upaya pengembangan industri masih dirasakan belum terstruktur, cenderung reaktif, dan belum mendapatkan porsi yang memadai.