Current Date:

Menembus Batas Kelas Bawah

Oleh : Farid Subkhan ( CEO dan Founder Citiasia Inc)             Terbit di Rubrik Banking Technology Majalah Infobank ed...

Oleh : Farid Subkhan ( CEO dan Founder Citiasia Inc)

            Terbit di Rubrik Banking Technology Majalah Infobank edisi Januari 2017

Transaksi keuangan berbasis aplikasi mampu memberikan solusi yang menembus batas kelompok masyarakat. Tak hanya pada kelompok masyarakat kelas menengah atas, tapi juga kelompok pekerja informal yang selama ini tidak terlalu melek layanan keuangan dari perbankan.

PADA suatu tengah malam, Herman, seorang pengusaha di Jakarta, mendapatkan private message dari partnernya. Isi pesannya, esok hari pukul 07.00 WIB dia diminta menyiapkan dana Rp150 juta secara tunai untuk menjamin barang yang ia pesan sampai di gudang tepat sebelum akhir pekan sehingga bisa didistribusikan pada hari Sabtu-nya.

Herman tidak memiliki uang tunai sebanyak itu pada malam tersebut. Pukul 07.00 esok hari juga dipastikan bank belum buka. Kalaupun melalui automatic teller machine (ATM), maksimal hanya bisa menarik uang tunai Rp25 juta. Untung saja ada aplikasi "pinjam-tunai" yang menghubungkan Herman dengan orang yang ada di jaringannya untuk meminjam uang dalam jangka pendek dengan jaminan tertentu dan bisa diambil pukul 06.00 pagi. Hal ini menyelamatkan Herman dari masalah keuangan yang sangat mendesak yang sedang ia hadapi.

 Sunarti, seorang pedagang kaki lima di Tasikmalaya, tidak memiliki rekening bank. Setiap hari ia menerima pembayaran dari pelanggannya sekitar Rp1,5 juta. Uang tunai yang ia terima tidak lebih dari Rp 5oo.ooo. Selebihnya, uang Rp1 juta ia terima dari pelanggan setiap hari dari aplikasi online-payment yang ia gunakan. Setiap hari, untuk membayar belanja dia mengambil uang di salah satu gerai toko atau minimarket. Kadang-kadang juga ia ambil dari sesama rekannya pengguna aplikasi online-payment.

Wow, keren banget. Dua kasus di atas menggambarkan betapa aplikasi telah memberikan solusi yang menembus batas kelompok masyarakat. Tidak hanya pada kelompok masyarakat kelas menengah atas, tapi juga kelompok pekerja informal yang selama ini tidak terlalu melek layanan keuangan dari perbankan. Mungkin kelompok kedua ini agak "canggung" dengan berbagai sistem perbankan yang begitu formal, prosedural, dan kaku.

Itulah gambaran transaksi keuangan pada era digital. Adanya teknologi aplikasi over the top ( OTT) dan internet of things (IoT) yang terus berkembang akan memaksa teknologi digital menjadi platform yang terbuka dan saling  terkoneksi dengan aplikasi lain. Dampaknya, teknologi transaksi keuangan akan makin memanjakan nasabah dalam melakukan transaksi keuangan secara cepat, mudah, dan nyaman. Cepat, tidak mengenal waktu, dan tidak bergantung pada jam operasional bank. Mudah, semudah menjalankan aplikasi mobile, seperti layaknya pemesanan transportasi roda dua atau roda empat melalui aplikasi. Nyaman karena teknologi digital bersifat personal (me), gratis dan malah banyak bonusnya (freemium), serta memanjakan pengguna (extremely easy).

Perkembangan teknologi informasi (TI) yang "kekinian" telah membentuk ekosistem baru dalam transaksi keuangan melalui teknologi digital yang disebut dengan financial technology atau lebih dikenal dengan "fintech", Ekosistem fintech telah berkembang sangat pesat di Eropa, Amerika, India, dan Tiongkok. Di Eropa, asosiasi pelaku fintech sangat eksis dan memiliki peran yang sangat penting dalam membangun ekosistem industri fintech yang sehat dan tidak saling mematikan dengan industri perbankan.

Transaksi berbasis fintech tentu saja tidak sekadar transaksi tarik tunai atau pinjam dana jangka pendek seperti contoh dua kasus di atas. Transaksi berbasis aplikasi dapat dilakukan untuk mayoritas transaksi yang bisa dilakukan oleh bank. Misalnya saja, transfer dana antarpengguna aplikasi, investasi yang bekerja sama dengan pihak fund manager, pinjam-meminjam dana antar pengguna, pembayaran jual-beli online dan offline, serta hampir semua pembayaran melalui perbankan maupun nonperbankan.

Lantas, ke mana perbankan jika masyarakat berbondong-bondong ke fintech? Apalagi, sistem perbankan yang rumit dan kaku cenderung dihindari pengguna fintech. Nandan Nilekani dalam keynote address-nya pada acara "Innovation for The Next Fintech 400M+" pada Agustus 2016 lalu di Banglore, India, mengatakan bahwa era sistem transaksi perbankan yang cenderung low volume, high value, tapi high cost akan tergantikan dengan sistem transaksi yang high volume, low value, dan low cost yang dimotori oleh industri fintech.

Apakah dunia perbankan akan digantikan dengan fintech? Saya kira, analisis ini akan terlalu jauh. Era kolaborasi dan co-creation akan menjadikan kedua sistem ini saling melengkapi dan saling mendukung dalam ekosistem keuangan di Indonesia. Namun, tentu saja perbankan harus lebih fleksibel dan membuka diri dengan para pelaku ''fintech" agar ekosistem perbankan dan fintech dapat maju bersama secara berdampingan.

Sementara itu, Alipay, yang di-launching di Tiongkok oleh Alibaba pada 2004, awalnya dicibir oleh banyak orang. Bagaimana mungkin aplikasi Alipay dapat menarik minat pengguna yang selama ini sudah terbiasa dengan sistem perbankan. Namun, fakta menunjukkan, saat ini Alipay telah menjadi pemain online-payment terbesar di Tiongkok.

Menurut Jack Ma, pendiri Alibaba, pengguna Alipay sudah melebihi 400 juta dan melebihi 50% dari pengguna online payment di Tiongkok. Hal ini menunjukkan bahwa fintech akan menjadi tren yang tak terelakkan sebagai bagian dari ekosistem transaksi keuangan dan sistem pembayaran alternatif perbankan konvensional.

Di Indonesia tercatat ada lebih dari 100 pemain fintech yang saat ini telah di-launching di pasaran. Namun demikian, belum ada pemain yang dominan seperti Alipay di Tiongkok. Para pemain baru bermunculan bak jamur di musim penghujan. Namun, tentunya jangan sampai demam fintech ini juga akhirnya hilang seperti jamur dimusim kemarau. Mulai dari aplikasi pembayaran yang menjadi kepanjangan dari menu pembayaran yang dimiliki oleh bank atau sering disebut dengan payment point online bank (PPOB), aplikasi pinjaman crowd lending, aplikasi pembiayaan proyek dan investasi crouid fundinq, aplikasi sistem transaksi, hingga aplikasi sistem pembayaran yang dipadukan dengan e-commerce.

Fenomena menjamurnya industri fintech perlu disikapi secara arif oleh regulator, seperti Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Adanya aplikasi fintech merupakan respons dari perkembangan teknologi digital dan perubahan perilaku masyarakat generasi milenial yang serba digital.

Suka-tidak suka, mau-tidak mau, mekanisme demand-supply akan membentuk ekosistem baru yang menjadikan fintech sebagai alternatif teknologi keuangan "digital-kekinian" dalam ekosistem keuangan dan sistem pembayaran di Indonesia. Persis seperti fenomena taksi atau ojek online yang saat ini diterima dengan baik oleh masyarakat luas. Pada akhirnya, ojek dan transportasi online harus dapat berdampingan dengan taksi dan transportasi konvensional. Pada saat yang sama taksi dan transportasi konvensional juga harus lebih membuka diri untuk bekerja sama atau membuat sistem yang lebih user-friendly bagi penggunanya.

Tantangannya adalah bagaimana industri fintech terus berkembang dan sistem keuangan di Indonesia tetap kuat dan prudent? Ten tu saja inovasi dan karya putra bangsa tidak boleh dikerdilkan dengan berbagai kebijakan BI dan OJK yang tidak memungkinkan ekosistemfintech dapat berkembang. Misalnya saja, setiap start up fintech harus mengantongi izin uang elektronik atau e-money dari BI.

Hadirnya fintech juga membantu pemerintah dalam menciptakan ekosistem less-cash society. Jumlah penduduk Indonesia yang terjangkau layanan keuangan hingga kini baru mencapai 22%. Jumlah yang sangat kecil dari kondisi ideal. Angka ini akan terdongkrak cepat oleh kehadiran fintech yang dapat menjangkau selurulapisan masyarakat, baik kelas atas, kelas menengah, maupun kelas bawah.

Yang penting, mereka terkoneksi secara digital, baik melalui komputer maupun handphone (HP). Target BI yang akan menjangkau minimal 50% penduduk Indonesia dengan layanan perbankan tentunya juga akan makin terbantu dengan kehadiran fintech. Kuncinya adalah kolaborasi yang baik antara perbankan dan pelaku fintech.